Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ringkasan Cerita Kutukan Raja Pulau Mintin & Pesan Moral

Kutukan Raja Mimpin kisah dari provinsi Kalimantan Tengah. Sungai Kahayan merupakan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di pulau Kalimantan. Sungai yang memiliki panjang hingga 600 KM ini dikenal juga dengan nama sungai Batang Biaju Besar atau sungai Dayak Besar. Sungai Kahayan juga dikenal dengan keindahan panoramanya. Sungai yang membelah kota Palangkaraya ini memiliki potensi wisata berupa susur sungai Kahayan. Susur sungai Kahayan tidak hanya menikmati keindahan sungai, tetapi juga keindahan alam di sekitar sungai serta kehidupan masyarakat sekitar yang masih mempertahankan tradisi serta adat mereka.

Banyak cerita rakyat yang lahir dari sungai Kahayan. Masyarakat suku Dayak yang berdiam di sekitar sungai memiliki banyak cerita rakyat yang masih dikenal hingga sekarang. Salah satu cerita rakyat tersebut adalah kutukan Raja Mintin.

Cerita Rakyat Kalimantan : Kutukan Raja Mintin (Naga & Buaya)

Pada zaman dahulu kala terdapat sebuah kerajaan yang berada di dekat hilir sungai Kahayan. Ketika itu kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Mintin. Raja Mintin memimpin dengan adil dan bijaksana, sehingga rakyatnya hidup makmur aman dan tentram. Hingga suatu hari permaisuri yang telah menemaninya selama puluhan tahun memimpin negeri harus berpulang kepada yang maha kuasa.

Kepergian permaisuri membuat Raja Mintin terpukul. Hatinya menjadi sedih dan wajahnya selalu murung. Ia pun memanggil penasihat kerajaan dan berkata, “Penasehat, semenjak istriku meninggal, aku tidak bisa lagi memimpin kerajaan dengan baik. Aku juga sering mengalami sakit-sakitan. Karena itu, aku akan berlayar ke hulu untuk melupakan kesedihan dan menyehatkan tubuhku.”

Mendengar rencana sang raja, penasihat kerajaan mempertanyakan terkait orang yang akan memimpin kerajaan selama sang raja berlayar. Sang raja menjawab bahwa ia akan menyerahkan kerajaan itu kepada kedua putra kembarnya yang bernama si Buaya dan si Naga. Oleh karena itu, ia meminta penasehat untuk membantu kedua putra raja dalam menjalankan pemerintahan selama ia berlayar. Sekedar informasi bahwa raja Mintin memiliki sepasang anak laki-laki kembar. Kedua anaknya tersebut diberi nama naga dan buaya.

Setelah berdiskusi dengan penasihat kerajaan, sang raja pun memanggil kedua putranya. Sang raja bilang, “Naga dan Buaya, besok ayah akan pergi berlayar. Untuk sementara, roda pemerintahan ayah serahkan pada kalian. Selain itu, juga sebagai pembelajaran kepada kalian bagaimana cara mengelola sebuah negara. Jika kalian mengalami kesulitan, mintalah bantuan kepada penasehat.” Setelah menyerahkan pemerintahan kepada kedua putranya, Raja Mintin pun berlayar ke arah hulu sungai Kahayan.

Masalah baru pun muncul. Kedua putra Raja Mintin ternyata memiliki sifat yang berbeda. Setelah ditinggal Raja Mintin, sifat asli Naga pun muncul. Naga memiliki perangai yang buruk. Dia hanya bermalas-malasan, hidup mewah, dan suka berjudi. Sedangkan Buaya adalah sosok yang sederhana, bertanggung jawab, dan peduli dengan kepentingan rakyatnya.

Karena gaya hidupnya yang bermewah-mewahan, harta kekayaan Naga pun mulai habis. Naga pun mulai menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh ayahnya untuk memeras rakyat. Berulangkali naga memungut upeti secara paksa kepada rakyatnya. Rakyat yang ketakutan memenuhi permintaan Naga. Jika ada rakyat yang berani membangkang, maka Naga dan prajuritnya tidak segan-segan bertindak secara kasar. Tidak tahan dengan perilaku Naga, rakyat yang menjadi korban Naga melapor kepada Buaya. Buaya yang mendapat laporan rakyatnya menjadi sangat marah kepada Naga.

Ringkasan Cerita Kutukan Raja Pulau Mintin & Pesan Moral

Keesokan harinya, Buaya secara diam-diam mengikuti Naga. Buaya tidak ingin bertindak gegabah. Dia ingin membuktikan secara langsung perilaku Naga. Setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri perilaku Naga, Buaya dilanda rasa amarah yang amat sangat. Namun dalam kondisi marah, Buaya masih bisa berpikir jernih.

Dia kemudian menemui penasehat kerajaan untuk meminta pertimbangan. Dalam diskusi dengan penasihat kerajaan, penasihat pun berkata kepada Buaya, “Perilaku pangeran Naga memang sangat mengkhawatirkan. Jika baginda Raja mengetahuinya, beliau pasti akan sangat murka. Saya menyarankan agar pangeran Buaya mengajak pangeran Naga berbicara dari hati ke hati dengan pikiran yang jernih. Karena hal ini menyangkut keselamatan rakyat. Saya sangat berharap pangeran Buaya bisa membujuk pangeran Naga agar kembali ke jalan yang benar.”

Buaya yang agak mereda kemarahannya setelah menemui penasehat segera mencari untuk diajak berbicara dengan Naga.
Buaya : “Naga, aku ingin bicara denganmu.”
Naga : “Ada apa Buaya?”
Buaya : “Aku mendapat laporan dari rakyat, bahwa kamu mengambil upeti dengan paksa.” Apakah itu benar?”
Naga : “Itu tidak benar. Mereka itu para pembohong yang ingin merusak namaku.”
Buaya : “Biarkan aku selesai bicara.”
Naga : “Baiklah, lanjutkan.”
Buaya : “Jadi begini Naga. Setelah mendapat laporan itu, aku tidak langsung percaya. Jadi, aku mengikutimu dengan diam-diam. Setelah aku ikuti aku melihat dengan mata kepalaku bahwa apa yang mereka katakan benar. Kamu telah berani mengambil upeti kepada rakyat dengan paksa. Tidak itu saja, kamu bahkan tidak masalah jika harus bertindak kasar kepada mereka yang berani melawanmu.”
Naga : “Sepertinya percuma saja aku menyangkal. Iya, memang benar. Lalu apa urusanmu kalau aku berbuat seperti itu?”
Buaya : “Kamu adalah seorang pangeran kerajaan. Jadi, tugasmu itu bukan memeras rakyat, tapi melindungi rakyat.”
Naga : “Apa urusanmu. Aku bebas berbuat sekehendak hati ku karena aku adalah Pangeran. Hahaha…. (dengan tertawa).”
Buaya : “Hentikan tidakan mu itu karena akan membuat banyak rakyat menderita.”

Sepertinya pembicaraan Naga dan Buaya tidak menemukan titik temu. Naga bersikeras dengan sikapnya, sedangkan Buaya berupaya sebisa mungkin menyadarkan Naga. Akhirnya cara kekerasan pun dipilih mereka. Pertarungan antara Naga dan Buaya tidak dapat terelakkan. Bahkan prajurit kerajaan pun terbagi menjadi 2 kubu, yakni kubu Buaya dan kubu Naga. Akhirnya, banyak korban jiwa bergelimpangan di sekitar istana.

Sementara itu, Raja Mintin pun kembali dari pelayarannya. Betapa terkejutnya Raja Mintin melihat istana yang kacau balau akibat perkelahian Naga dan Buaya. Raja Mintin dengan penuh wibawa berjalan tenang memasuki istana yang sedang kisruh tersebut.

Raja Mintin dengan tegas berkata, “Jadi ini hasil dari kepercayaan yang diberikan kepada kalian. Kalian berdua sungguh mengecewakanku. Karena berdua telah membuatku marah, maka aku akan mengutuk kalian. Kamu Naga, jadilah Naga yang sesungguhnya. Dan kamu Buaya, jadilah Buaya yang sesungguhnya.” Saat itu juga kedua putra Raja Mintin berubah menjadi Naga sungguhan dan Buaya sungguhan.

Sang Raja selanjutnya berkata, “Kamu Buaya, karena kesalahanmu lebih sedikit, kamu boleh tinggal di dekat sini dan hiduplah di sungai Kahayan dan jagalah sungai itu. Dan kamu Naga karena kesalahanmu sangat besar, kamu harus pergi jauh dari tempat ini. Tinggallah di sungai Kapuas di pulau Kalimantan.”

Terdapat dua sungai yang bernama Kapuas di Sungai Kapuas yang menjadi tempat tinggal naga. Sungai tersebut terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan Sungai Kapuas yang satunya lagi yang menjadi tempat tinggal Buaya berada di Kalimantan Barat. Sungai Kapuas yang ada di Kalimantan Barat adalah sungai terpanjang di negara Indonesia.

Pesan Moral Kisah Kutukan Raja Mintin yang Melegenda

Ada pelajaran penting yang dapat kita ambil dari kisah raja Mintin yang ada di Kalimantan, yakni tentang kepemimpinan dan amanah. Dalam menerapkan kebijakan,  seorang raja harus benar-benar mementingkan rakyat. Selain itu jika kita diberi Amanah, kita harus menjaga Amanah tersebut dan jangan sampai merugikan orang lain. Semoga kisah dari Kalimantan Tengah ini dapat menghibur pembaca ya….

Posting Komentar untuk "Ringkasan Cerita Kutukan Raja Pulau Mintin & Pesan Moral "